JENIS-JENIS TARIAN KHAS JAWA
1. Tari Serimpi

Tari Serimpi
adalah tari klasik dari Jogjakrta yang selalu dibawakan oleh 4 penar
karena kata serimpi berarti 4 yang melambangkan 4 unsur dunia yaitu :
api, angin, udara dan bumi (tanah). Tari serimpi diperagarakan oleh 4
orang putri ddengan nama peran Batak, Gulu, Dhada dan Buncit yang
<!–more-baca selengkapnya->melambangkan 4 buah tiang pendopo. Tari
serimpi dikaitkan dengan kata impi atau mimpi karena gerak tari yang
lemah gemulai membuat penontonnya merasa dibuati ke alam mimpi.
Konon, sejarah Tari Serimpi
berawal dari masa antara 1613-1646 Sultan Agung memerintah Kerajaan
Mataram. Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta
dan Kesultanan Surakarta dan berimbas terhadap tari serimpi. Di
Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi
Dhempel, Serimpi Genjung. Sedangkan di Kesultanan Surakarta digolongkan
menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.
Walaupun sudah tercipta sejak lama, Tari Serimpi
ini baru dikenal khalayak banyak sejak 1970-an karena tarian ini
dianggap sakral dan hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk
ritual kenegaraan. Serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta dan
merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.
Pakaian Tari Serimpi
mengalami perkembangan. Jika semula seperti pakaian temanten putri
Kraton gaya Yogyakarta dengan dodotan dan gelung bokornya sebagai motif
hiasan kepala, maka kemudian beralih ke baju tanpa lengan dengan hiasan
kepala yang berjumbai bulu burung kasuari serta gelung berhiaskan bunga
ceplok. Karakteristik pada penari Serimpi adalah keris yang diselipkan
di depan silang ke kiri. Penggunaan keris pada tari Serimpi adalah
karena dipergunakan pada adegan perang, yang merupakan motif
karakteristik Tari Serimpi yang menggambarkan pertikaian antara dua hal
yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, antara
akal manusia dan nafsu manusia.
2. Tari Bondan (Jawa Tengah)
Tari Bondan adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
seorang anak wanita dengan menggendong boneka mainan dan payung terbuka,
menari dengan hati-hati di atas kendi yang diinjak dan tidak boleh
pecah. Tarian ini melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya
dengan hati-hati.
Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/ Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga anaknya yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuan-perempuan cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari Bondan adalah kembang kampung. Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena sambil menggendong boneka, si penari harus siap-siap naik di atas kendi yang berputar sambil memutar-mutarkan payung kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul payung, dan membawa kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing. Ciri tarian :yaitu mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping dan membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo atau Mardisiwi.
Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/ Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga anaknya yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuan-perempuan cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari Bondan adalah kembang kampung. Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena sambil menggendong boneka, si penari harus siap-siap naik di atas kendi yang berputar sambil memutar-mutarkan payung kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul payung, dan membawa kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing. Ciri tarian :yaitu mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping dan membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo atau Mardisiwi.
3. TARI MERAK

Tari Merak meerupakan tari paling populer di Tanah Jawa. Versi yang
berbeda bisa didapati juga di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Seperti
namanya tarian Merak merupakan tarian yang melambangkan gerakan-gerakan
burung Merak. Merupakan tarian solo atau bisa juga dilakukan oleh
beberapa orang penari. Penari umumnya memakai selendang yang terikat
dipinggang, yang jika dibentangkan akan menyerupai sayap burung. Penari
juga memakai mahkota berbentuk kepala burung Merak. Gerakan tangan yang
gemulai dan iringan gamelan, merupakan salah satu karakteristik tarian
ini.
Tari Merak merupakan salah satu tarian daerah kreasi baru yang
dikreasikan oleh Raden TjetjepSomantri sekitar tahun 1950-an, yang
kemudian direvisi kembali oleh dra. Irawati Durban pada tahun 1965.
Pada tahun 1985 dra. Irawatai merevisi kembali koreografi tari
merak dan mengajarkannya secara langsung pada Romanita Santoso pada
tahun 1993.
Walaupun tarian ini dibawakan oleh penari wanita, namun sebenarnya
tarian ini mengambarkan tingkah laku merak jantan dalam menebatkan
pesonanya kepad merak betina.
Dalam tarian ini digambarkan bagaimana usaha merak jantan untuk
menarik perhatian merak betina dengan memamerkan bulu ekornya yang indah
dan panjang.
Dalam usahanya menarik merak betina, sang jantan akan menampilkan
pesona terbaik yang ada pada dirinya hingga mampu membuat sang betina
terpesona dan berlanjut pada ritual pekawinan.
Gerakan tari merak lebih didominasi oleh gerakan yang menggambarkan
keceriaan dan kegembiraan yang dipancarkan oleh sang merak jantan. Dan
nilai keceriaan yang digambarkan dalam tari merak semakin jelas dengan
penggunaan kostum yang digunakan oleh sang penari.
Dalam membawakan tarian merak, umumnya penari akan menggunakan
kostum yang berwarna – warni dengan aksesoris yang semakin mempertegas
kesan burung merak jantan.
Dan yang tidak pernah ketinggalan dalam kostum tari merak adalah
sayap burung merak yang bisa dibentangkan dan hiasan kepala (mahkota)
yang akan bergoyang – goyang ketika penari menggerakan kepalanya.
Sedangkan untuk fungsi tari merak, tarian ini sering ditampilkan
sebagai tarian persembahan atau tarian penyambutan. Berikut adalah
beberapa fungsi tari merak :
- sebagai tarian persembahan untuk para tamu yang hadir dalam resepsi pernikahan
- sebagai tarian penyambutan untuk rombongan pengantin pria ketika menuju pelaminan
- sebagai tarian penyambutan tamu agung dalam sebuah acara atau ritual
- sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya Indonesia dalam kancah internasional.
4. Tari Gambyong

Tari Gambyong ini merupakan salah satu
jenis tarian pergaulan di masyarakat. Biasanya diawali dengan gendhing
Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu
menyelaraskan gerak dengan irama kendang.
Dalam memainkan kendang yang mengiringi
tari Gambyong sangatlah tidak mudah. Pengendang harus mampu jumbuh
dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka
tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan
dengan pengendang yang selalu mengiringinya.
5. Tari Angsa

Tari Angsa ini menggambarkan keagungan
seorang dewi yang diiringi oleh sekelompok burung angsa. Dalam tarian
ini ada perpaduan antara kebudayaan Timur maupun Barat. Biasnya tari
Angsa ini dibawakan oleh 7 orang penari wanita (satu orang penari
berperan sebagai Dewi, enam orang penari sebagai angsa).
6. Tari Langen Asmoro
Tari ini merupakan tari yang menganut
gaya Surakarta, yang di ciptakan oleh Sunarno Purwoleleono pada tahun
1993. Tari ini disusun untuk menambah materi tari pasihan gaya surakarta
serta guna materi ujian Hartoyo Di Taman Budaya Surakarta. Tari langen
Asmara merupakan salah satu komposisi tari pasangan yang bertemakan
percintaan dimana dalam tari tidak terdapat konflik, yang menggambarkan
sepasang kekasih yang sedang berpacaran dan bersenang senang.
7. Tari Bambangan Cakil
Tari yang diadaptasi dari Pementasan
wayang kulit yang berjudul Perang Kemabang. Tari ini menceritakan perang
antara ksatria melawan raksasa. Ksatria adalah tokoh yang bersifat
halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar
dan bringas. Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala
bentuk kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar